Puasa dan Pembentukan Karakter Bangsa

Bulan Puasa merupakan bulan yang istimewa bagi setiap muslim di dunia. Di dalam Bulan Puasa banyak sekali terdapat keutamaan. Dalam hal pembentukan karakter bangsa, puasa juga merupakan salah satu alternatif yang luar biasa. Hal ini disampaikan oleh Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. dalam kuliah tujuh menit Jumat, 12 Juli 2013. Kuliah tujuh menity ini diselenggarakan selama bulan ramadhan di Masjid Darul Amal Salatiga.

Dalam Kultum kali ini, tema yang diangkat adalah "Puasa dan Pembentukan Karakter Bangsa". Telah kita ketahui bersama, tentu bagi muslim yang menjalani puasa akan menjawab "TIDAK" dengan cepat ketika ditawari segelas minuman di siang hari, meski jelas halal sekalipun. Ia menyadari dengan betul bahwa dirinya tengah berpuasa yakni tidak makan dan tidak minum. Padahal minuman tersebut jelas kehalalannya.

Akan tetapi keadaan akan berbeda halnya manakala yang ditawarkan berupa uang dalam jumlah besar semisal 500 juta yang merupakan uang tidak halal. Jika imannya kuat tentu ia akan menjawab "TIDAK" sama cepatnya ketika ditawari segelas minuman yang sudah jelas halalnya, apalagi yang jelas keharamannya. Tentu jawaban tidak akan diucapkan cepat-cepat.

Sedangkan bagi yang imannya tipis, dalam menjawab "TIDAK" kemungkinan akan lebih lambat (berpikir-pikir), apalagi jika nominal yang ditawarkan semakin bertambah.

Disinilah momentum Ramadhan sebagai bulan untuk menancapkan ketaqwaan di dalam diri manusia menjadi makhluk berkarakter mulia. Di dalam berkehidupan, muslim yang kuat imannya akan memiliki perbedaan dengan orang lain. Ia akan senantiasa menjaga diri dari perkara yang dilarang oleh Allah swt.

Ada sebuah cerita menarik yang dapat dijadikan tauladan.
"Suatu hari ada seorang pedagang minyak goreng yang hendak menjual minyak goreng satu drum minyak goreng yang baru saja dibelinya dari agen. Sebagai pedagang kecil, tentu keuntungan yang dicapainya tidaklah besar.  Ketika ia membuka drum, didapatinya di dalam drum bangkai anak tikus. Menyadari ini timbul keguncangan di dalam jiwanya. Langkah apakah yang hendak ia ambil. Timbullah berbagai perasaan tak menentu di dalam dirinya. Pertama; ia harus membuangnya karena minyak goreng tersebut terdapat bangkai, tatapi tentu ia akan rugi. Kedua; ia buang bangkai tikus tersebut dan menjualnya toh tidak ada yang tahu. Ketiga; ia kembalikan kepada agen yang menjual kepadanya, tetapi apakah ia agen tersebut mau menerimanya. kalaupun diterima apakah agen tersebut akan menjualnya kepada orang lain lagi.

Sebagai muslim yang taat ia berpikir ia tidak akan menjualnya kepada orang lain karena ia sendiri tidak suka jika ia membeli minyak goreng yang terdapat bangkai di dalamnya. Ia juga tidak mungkin mengembalikan kepada agen, khawatir jika si agen akan menjualnya kepada orang lain.

Inilah yang disebut karakter bangsa yang mulia. Ada dua hal yang dimilikinya yaitu:
  1. Iman di dalam dirinya.
  2. keyakinan akan sebuah hadis : "Tidak beriman seseorang sehingga ia menyukai untuk saudaranya apa yang ia sukai"
Hadis diatas juga mengindikasikan seorang muslim tidak akan menyukai melakukan perbuatan yang akan merugikan oprang lain.

Posting Komentar

0 Komentar