Tantangan Dakwah
“Tak Ada Gading Yang Tak retak”
Gading yang tak retak tentu diragukan keasliannya alias barangkali terbuat dari akrilik. Sama halnya dengan ungkapan tak ada manusia yang sempurna. Setiap orang ada cacatnya tersendiri. Apalagi manusia tempatnya salah dan lupa. Manusia bukanlah malaikat yang senantiasa patuh pada perintah.
Celakanya adalah ketidaksempurnaan yang demikian itu kemudian menjadi alasan, menjadi dalih, menjadi tameng untuk mengelak dari kesalahan dan untuk berdiam diri. Dalam kasus ini lebih lanjut penulis khususkan dalam dakwah.
Dakwah merupakan satu kewajiban umat muslim yang rumit karena menyangkut orang lain. Yang karena rumitnya itu memunculkan beberapa stigma kurang pas misalnya “sudahlah jangan ngurusi orang lain, ngurus diri sendiri aja masih kacau” atau “sholat aja masih bolong, nggak usah ngurusi orang lain”. Bukankah hal-hal demikian kemudian akan menjadikan seorang muslim takut untuk berdakwah. Ketakukan untuk menjadi seperti lilin (mampu menerangi naun diri sendiri hancur). Jika demikian lambat laun dakwah tentunya akan mati.
Tidak dipungkiri bahwa muhasabah/introspeksi itu penting bahkan Allah membenci di dalam Al Qur’an Surat Ash Shaf ayat 2-3 yang berbunyi: “Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan?. Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” Etikanya bagi orang yang berdakwah adalah untuk tidak jarkoni alias iso ngajar ra iso nglakoni (bisa mengajari tapi tidak bisa mempraktikkan). Si pendakwah yang jarkoni tidak bisa dijadikan panutan.
Isi memang lebih penting dibandingkan bungkus istilahnya. Namun kalau hanya fokus mengejar isi (kualitas pribadi) rasanya dakwah tidak akan berjalan. Padahal telah diketahui bersama banyak sekali ayat-ayat Al Qur’an yang memerintahkan manusia untuk berdakwah:
1. Wahyu pertama QS Al ‘Alaq ayat 1-5 : terdapat perintah untuk mengagungkan Allah;
2. Wahyu kedua QS Al Mudatsir : perintah untuk memberikan peringatan kepada manusia
3. Perintah amar ma’ruf nahi munkar (Ali Imron ayat 104, )
4. Perintah untuk saling menasihati (Al ‘Ashr: 3, )
5. Sabda Nabi “sampaikan pesanku walaupun satu ayat”
Tuh kan, kita tidak diperintahkan untuk masuk syurga sendirian. Dakwah untuk mengajak manusia ke jalan yang benar, untuk beramar ma’ruf nahi munkar, untuk saling menasihati adalah kewajiban. Tidak mungkin muslim yang taat tega membiarkan sesamanya jatuh di jalan yang salah.
Sekali lagi tak ada yang sempurna, tapi mengejar kesempurnaan adaah perintah-Nya. Dakwah adalah kewajiban dan tetap senantiasa memperbaiki diri adalah keutamaan dai dalam berdakwah. Semoga Allah senantiasa membimbing kita untuk tetap di jalan-Nya dan dalam keridhoannya.
0 Komentar